Rabu, 08 November 2017

Aku dan Sekaleng Soda di Teras Minimarket

senja masih tidur siang
Aku menikmati sekaleng soda
dengan telinga disumpat nada-nada yang mengalun dari telepon genggam
menikmati rindu. niatnya.
sambil berbisik-bisik pada nuansa
berhias romansa pengantin muda di ujung jalan gang.

Aku
nelangsa.
harap terlalu cepat merayap.

aku
takut.
pada rasa.

Tentang Rasa yang Ada (lagi)

diletakkanNya lagi hati pada debar-debar harap.
pada melodi yang mendadak romantis.
tiap hujan
tiap matahari terbenam
dan rayu-rayu yang melulu terucap
tiap fajar tercecap

mendadak tak ada lagi musim kelabu
meski derai hujan saban malam
memaksa ingatan untuk sesak menanggung rindu.

mendadak tak ada lagi panas kemarau.
meski gersang memaksa keringat bercucuran
dari dahi hingga kaki
seiring engah menahan lelah, menunggu.

sebab hati terlalu sibuk menata mimpi
dalam doa
dan senyum-senyum manis
hingga tak sempat merasa sajian lain dari semesta.

terkecuali senja.





                            -26/9-

Tentang Mengetahui

Andai aku tau lebih dulu
bahwa semua sakit hati yang waktu lalu kualami
adalah syarat yang harus kupenuhi agar bisa bertemu denganmu, kini
maka aku tak akan pernah memaki
atau menuntut adil atas lelah dan luka patah hati

andai aku tau lebih dulu
bahwa deras aliran air mata pada luka tanpa sayatan
yang menerjang bendungan ketabahan
hingga membanjir nanah duka menganak sungai
akan bermuara pada hadirmu
maka aku tak akan pernah menyumpah pada dunia
atas segala harap yang terbalas dusta.


                             -29/9-