Minggu, 28 Januari 2018

Langit dan Laut

Pada akhirnya kitalah langit dan lautan.
tak akan pernah kita bersatu. tak akan pernah kita bertemu.
mungkin hujan adalah momen pengecualian.
atau ketika badai.
atau ketika lautan menguap untuk kemudian menumpang sejenak pada langit, menjadi awan.
hei, pada akhirnya tidak ada proses yang mudah jika kita hendak bertemu.
kau harus menguap. atau aku yang harus menangis.

kitalah langit dan lautan. pertemuan kita di cakrawala hanyalah semu.
senja yang diagung-agungkan para pujangga hanyalah sedikit penghiburan untuk kemudian merasa nelangsa. lalu bertanya, mengapa yang indah hanya sekejap mata?

kitalah langit dan lautan. pertemuan hanyalah angan.
fajar yang diharap-harap setiap yang berjiwa pada akhirnya hanya retorika yang tak pernah ada jawabnya.
mengapa didekatkan jika tidak untuk bersama?
mengapa dijatuhcintakan pada yang tidak untuk dijodohkan?
permainan apalagi yang Kau ingin kami mainkan?

kitalah langit dan lautan yang saban lelap selalu bertanya-tanya.
apa yang seharusnya paling kita rasakan?
bersyukur karena masing-masing diberi keluasan yang amat luas?
atau bersimpuh pada duka karena tak bisa bersama?

kitalah langit dan lautan. pertemuan kita adalah tanda keburukan. akhir dunia.

kitalah langit dan lautan. yang saling tatap. saling butuh. tidak untuk bersatu.


                                                   27/1/18
                                                   Teras Pusda Kalbar, 19.30

00.00

selamat pagi
maaf aku tidak menghubungimu seharian kemarin
tidak juga membalas pesanmu tadi malam
maaf
aku tidak kuat

selamat siang
maaf ajakanmu menikmati coffee time tidak kugubris
begitupula ajakanmu makan siang ditempat biasa kita bercerita tentang panasnya matahari khatulistiwa
maaf
aku tidak sehat, perasaanku

hei, apakah saat ini kamu sedang melihat ke arah barat?
pukul 17.35 sekarang
di saat ini biasanya kita saling berbagi gambar matahari senja di tempat kita rehat setelah seharian berlari berpacu waktu
maaf
gambarmu tak kubalas
akupun merekam senja sore ini
hanya saja,
kehilangan selera berbagi
oranye di sana tak senada kelabu rinduku

aku,
menguatkan hati yang luka

kamu bilang jangan sampai kita masih bercengkrama ketika jam menunjukkan pukul 23.00
otak mulai rusak pukul segitu
percakapan mulai membuat hati ketar-ketir karena perasaan menjadi lebih sensitif
lebih rindu
lebih tidak sabar
lebih mendesak menyesakkan
seperti apa langit malammu kali ini?

maaf
lima teleponmu tidak ku angkat.
aku mematikan nada dering agar tak merasa dipaksa menggeser layar ke kanan ketika nomormu tertera di layar ketukku
aku memutuskan untuk tidak melirik layar yang kedap kedip menampilkan wajahmu sebagai identitas penghubung

aku  memutuskan untuk tidak menikmati tenangnya berada di sisimu
meski menjauh berarti mencabut separuh napasku

aku memutuskan untuk tidak menikmati hangat tatapmu
meski menolak berarti menguapkan harapan yang menggunung di hatiku

aku memutuskan untuk tidak berbahagia karenamu
sebab tidak bisa aku singkirkan bayangan dia yang menangis di setiap malam
karena alpamu


selamat malam. 00.00.
kembali pada kehampaan.
beribu air mata telah menetes
hiasi kisah
hiasi rasa
tak hanya bening
merah, biru, nila, ungu
kini hitam...



                                         5/2016

Kepada Wanitamu

wahai nona di masa lalu
ceritakanlah kepadaku
apakah rasa berpisah dengan purnama
ketika rasa memuncak dan anak-anak mulai tergelak?

wahai nona di masa lalu
ceritakanlah kepadaku
apakah sebab rasa menjadi begitu muak
hingga perpisahan menjadi keputusan mutlak?

wahai nona berkebaya putih
berambut basah yang duduk di sudut duka
apakah rasamu saat ini pada purnama?
apakah tak lagi ada asa tuk terus memeluk malam bersama dalam desah dan basah
bagai masa-masa silam ketika dunia menghitung hari dengan memperhatikan susunan bintang?

apakah rela jiwamu purnama terangi langit lain setelah lama raganya kau tenangkan dengan belai dan senyum hingga rusa ragamu demi anak-anak yang tergelak? tertawa, penuh harap dan merinduk bapak?

wahai nona masa lalu,
jangan resah jangan gelisah
masih belum purnama duabelas di tempatku.



                            15/9/2017