tak akan pernah kita bersatu. tak akan pernah kita bertemu.
mungkin hujan adalah momen pengecualian.
atau ketika badai.
atau ketika lautan menguap untuk kemudian menumpang sejenak pada langit, menjadi awan.
hei, pada akhirnya tidak ada proses yang mudah jika kita hendak bertemu.
kau harus menguap. atau aku yang harus menangis.
kau harus menguap. atau aku yang harus menangis.
kitalah langit dan lautan. pertemuan kita di cakrawala hanyalah semu.
senja yang diagung-agungkan para pujangga hanyalah sedikit penghiburan untuk kemudian merasa nelangsa. lalu bertanya, mengapa yang indah hanya sekejap mata?
kitalah langit dan lautan. pertemuan hanyalah angan.
fajar yang diharap-harap setiap yang berjiwa pada akhirnya hanya retorika yang tak pernah ada jawabnya.
mengapa didekatkan jika tidak untuk bersama?
mengapa didekatkan jika tidak untuk bersama?
mengapa dijatuhcintakan pada yang tidak untuk dijodohkan?
permainan apalagi yang Kau ingin kami mainkan?
kitalah langit dan lautan yang saban lelap selalu bertanya-tanya.
apa yang seharusnya paling kita rasakan?
bersyukur karena masing-masing diberi keluasan yang amat luas?
atau bersimpuh pada duka karena tak bisa bersama?
apa yang seharusnya paling kita rasakan?
bersyukur karena masing-masing diberi keluasan yang amat luas?
atau bersimpuh pada duka karena tak bisa bersama?
kitalah langit dan lautan. pertemuan kita adalah tanda keburukan. akhir dunia.
kitalah langit dan lautan. yang saling tatap. saling butuh. tidak untuk bersatu.
27/1/18
Teras Pusda Kalbar, 19.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar